Pernahkah Bunda merasa frustasi karena pasangan selalu “gagal” mengerjakan tugas rumah tangga dengan benar?. Misalnya, mesin cuci jadi berantakan setelah ia mencuci, piring yang dicuci masih berminyak, atau alasan “Aku nggak bisa masak yang enak, Bunda aja yang lebih jago.” Hati-hati, bisa jadi itu bukan sekadar ketidakmampuan, melainkan sebuah taktik halus yang disebut weaponized incompetence.
Apa Itu Weaponized Incompetence?.
Weaponized incompetence adalah strategi manipulatif dimana seseorang berpura-pura tidak mampu atau sengaja melakukan tugas dengan buruk agar pasangannya mengambil alih pekerjaan tersebut untuk selamanya. Alih-alih berkata “Aku tidak mau,” mereka menunjukkan “Aku tidak bisa,” sehingga mereka terbebas dari tanggung jawab. Taktik ini seringkali tidak disadari dan terjadi dalam dinamika rumah tangga, terutama dalam pembagian peran.
Ciri-Ciri Pasangan yang Menerapkan Taktik Ini
Bagaimana membedakan antara ketidaktulusan dan ketidaksengajaan?. Perhatikan pola yang konsisten. Jika ia selalu “gagal” dalam tugas yang sama berulang kali, padahal sebenarnya ia mampu di area lain, itu adalah tanda bahaya. Ciri lainnya adalah ia tidak mau belajar atau memperbaiki kesalahan, serta langsung menyerahkan tugas begitu melihat reaksi frustasi dari Anda. Tujuannya jelas: menciptakan narasi bahwa Anda lebih kompeten, sehingga akhirnya Andalah yang mengerjakan semuanya.
Dampak Weaponized Incompetence pada Rumah Tangga
Dampaknya tidak main-main. Bunda akan merasa lelah secara mental dan emosional karena memikul beban mental (mental load) yang tidak seimbang. Kepercayaan dalam hubungan juga bisa terkikis karena yang terbangun adalah dinamika pengasuhan, bukan kemitraan yang setara. Rasa kesal yang menumpuk lambat laun dapat memicu konflik berkelanjutan dan mengurangi keharmonisan rumah tangga.
Cara Menghadapi Weaponized Incompetence
Langkah pertama adalah komunikasi yang tegas dan jelas. Ungkapkan perasaan Anda tanpa menuduh. Gunakan kalimat “Aku” seperti, “Aku merasa lelah ketika harus membereskan ini sendirian. Bagaimana menurut kamu?”
Tolak untuk mengambil alih. Biarkan tugas itu tidak sempurna, yang penting dilakukan. Tetap konsisten dengan pembagian tugas yang telah disepakati. Jika perlu, buat jadwal dan turunkan ekspektasi terhadap kesempurnaan.
Kesimpulan: Weaponized Incompetence
Memahami weaponized incompetence adalah kunci untuk membangun hubungan yang lebih adil. Dengan menyadari taktik ini, Bunda dapat mengambil langkah proaktif untuk menghentikannya dan mendorong partnership yang lebih seimbang. Ingat, hubungan yang sehat dibangun dari komunikasi dan kerjasama, bukan dari pura-pura tidak mampu.