Candi yang berada di wilayah Kabupaten Sleman jumlahnya sangat banyak. Sayangnya, belum banyak pengunjung yang datang ke candi-candi tersebut. Ditambah lagi, kebanyakan mereka yang datang, hanya sebatas melihat saja, sehingga nilai-nilai yang terkandung didalam candi belum tersampaikan.
Menyikapi hal ini, Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kabupaten Sleman terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk memperkenalkan keindahan dan filosofi yang ada pada candi. Kegiatan ini dikemas dalam acara “Kunjung Cagar Budaya”.
Apabila tahun lalu, yang mendapat kesempatan untuk berkunjung ke candi adalah anak-anak sekolah, maka pada tahun 2024 ini Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman menggandeng beberapa komunitas. Sebanyak 20 peserta bergabung dalam Kunjung Cagar Budaya ini, terdiri dari Putera-puteri Batik DIY, UMKM Batik DIY dan Komunitas Blogger Jogja.
Kegiatan berlangsung pada hari Kamis (19/12/24) dengan tujuan Candi Sari dan Candi Kalasan. Sengaja dipilih kedua candi ini, karena keduanya merupakan candi Buddha tertua di Kabupaten Sleman yang kaya relief unik. Endah, Kepala Seksi Cagar Budaya, Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman menyampaikan bahwa kegiatan ini dalam rangka memberi informasi dan menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya Cagar Budaya dalam rangka penguatan ketahanan budaya dan identitas kebangsaan.
Ditambahkan Endah, motif-motif relief yang ada pada candi, dapat menjadi sumber inspirasi untuk dibuat motif batik. “Banyak relief unik pada candi yang dapat menjadi sumber inspirasi untuk dibuat motif batik”, imbuhnya. Dari motif tersebut bisa dijadikan produk batik cap, sehingga harganya lebih murah. Selama ini ada batik tulis yang tentunya harganya cukup mahal.
Sementara itu, Shinta dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah 10 Kabupaten Sleman mengupas secara detail seputar Candi Sari dan Candi Kalasan. Mulai dari sejarah berdirinya, penemuan candi serta pemugarannya hingga filosofi relief yang ada, semua dibeberkan.
Candi Sari
Lokasi Candi Sari berada di Dusun Bendan, Tirtomartani. Kalasan, Sleman. Memiliki denah empat persegi panjang, ukuran 17,3 x 10 m dengan konstruksi bangunan bertingkat. Candi terbagi menjadi tiga bilik yang kemungkinan di dalamnya pernah diletakkan arca Budha yang diapit Bodhisatwa.
Diperkirakan dahulunya pembagian antara ruang atas dan bawah dipisahkan dengan lantai kayu. Pada dinding luar candi dipahatkan relief–relief Bodhisatwa sejumlah 38 buah yakni 8 di sisi timur, 8 di sisi utara, 8 sisi selatan dan 14 di sisi barat. Relief – relief tersebut digambarkan berdiri dengan memegang bunga teratai. Sedangkan pada sisi kanan dan kiri masing–masing jendela dipahatkan makhluk kayangan berwujud kinara dan kinari yakni makhluk bertubuh burung dengan kepala manusia.
Candi Sari diyakini dibangun bersamaan dengan Candi Kalasan, yang terletak tidak jauh dari lokasi Candi Sari. Berdasarkan prasasti Kalasan (778 Masehi), candi ini kemungkinan dibangun atas perintah Rakai Panangkaran dari Wangsa Sanjaya, yang meskipun Hindu, memberikan perlindungan kepada komunitas Buddha Mahayana di wilayahnya.
Saat pertama kali ditemukan, Candi Sari dalam kondisi rusak. Meski seluruh bangunan tidak menampakkan roboh yakni sesuai gambaran dari H.N Sieburg di tahun 1840. Di tahun 1929/1930 Candi Sari untuk pertama kalinya dipugar meski dalam kondisi tidak sempurna yakni bagian selasar keliling bangunan, penampil pada pintu masuk serta stupa atap tidak terpasang utuh karena sisa–sisanya telah hilang.
Sejarawan dan arkeolog Belanda seperti N.J. Krom meyakini tempat ini sebagai tempat tinggal para biksu di era tersebut. Meski demikian, banyak juga ahli lain yang berpendapat bahwa candi ini merupakan tempat pemujaan yang terpisah dari Candi Kalasan, meskipun ada kemiripan diantara kedua jenis candi ini.
Candi Kalasam
Sering juga disebut Candi Kalibening, karena candi ini berada di Dusun Kalibening, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman. Memiliki ukuran alas 45 x 45 meter, dengan tinggi sekitar 24 meter. Tinggi candi terdiri dari tiga bagian, yakni kaki, tubuh, dan atap. Pada sisi luar kaki candi, terdapat relief jambangan yang mengeluarkan bunga-bunga dan sulur-suluran sebagai lambang keberuntungan dan kebahagiaan. Di sisi selatan, terdapat hiasan kepala kala yang cukup besar dengan jengger berbentuk segitiga yang dihiasi dengan berbagai ornamen.
Keberadaan Candi Kalasan dapat dikaitkan dengan sebuah prasasti batu berbahasa Sanskerta berhuruf Pranagari yang berangka tahun 778 Masehi. Di dalam prasasti Kalaşa itu disebutkan tentang diperingatinya jasa Maharaja Tejahpurana Panangkaran yang telah membangun sebuah kuil bagi Dewi Tara serta memuat arca dewi yang kemudian ditahtakan di dalam kuil tersebut. Kuil ini dinamakan Tarabhawana yang kini dikenal sebagai Candi Kalasan.
Relief pada tubuh bangunan candi dipahat secara halus yang kemudian dilapisi dengan lapisan bajralepa yakni semacam semen pelapis sisi luar bangunan. Keunikan lain dari Candi Kalasan ini adalah dijumpainya batu monolit di tangga pintu masuk sisi timur, batu ini sering disebut sebagai moonstone (batu bulan).
Pada kanan kirinya terdapat arca gajah, kuda dan singa yang menyatu, merupakan binatang suci di agama Buddha. Gajah, merupakan hewan yang dihormati dalam tradisi Buddha, kuda digunakan Sidarta untuk bepergian dan singa, karena memiliki auman yang keras seperti sabdanya Buddha.
Nilai- nilai penting yang dimiliki ini menjadi urgensi untuk disampaikan dan disosialisasikan kepada generasi penerus. Beberapa hal yang perlu disampaikan atau sebagai transfer of knowledge adalah terkait dengan aspek pembelajaran untuk mengetahui (learn to know) baik yang terkait kognitif dan efektif. Hal itu untuk menggugah kesadaran kesejahteraan, rasa bangga, rasa memiliki dan kepedulian kepada aspek sejarah budaya bangsa.
Menariknya, candi ini belum pernah dipugar, hanya diperkuat pondasi dan strukturnya, meski demikian, demi keamanan pengunjung tidak diperkenankan menaiki tubuh utama candi karena dikhawatirkan akan membahayakan struktur candi maupun pengunjung tersebut.
Candi Sebagai Sumber Inspirasi Berkarya
Pada prinsipnya, segala hal yang kita lihat di sekitar, bisa menjadi sumber inspirasi untuk berkarya. Termasuk pula dengan Candi Sari dan Candi Kalasan ini. Mulai dari bentuk bangunan sampai relief yang ada, bisa menjadi bahan untuk dibuat sebuah karya.
Erwin Djunaedi, Koordinator Teknis Kunjung Cagar Budaya Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman mendorong para peserta untuk mencermati keindahan candi termasuk bangunan dan reliefnya, untuk dijadikan ide sebuah karya sesuai bidangnya. “Teman-teman Putera-puteri Batik DIY, UMKM Batik DIY dan Komunitas Blogger Jogja, bisa melihat langsung bangunan dan relief candi, untuk dijadikan karya masing-masing”, ungkapnya
Bagi Putera-puteri Batik, bisa menjadikan candi ini sebagai referensi tempat penyelenggaraan batik fashion show. Bagi pelaku UMKM batik bisa mendapatkan wawasan baru tentang relief yang ada bisa diintegrasikan ke dalam produk batik mereka. Para blogger bisa membawa candi untuk dibuat tulisan yang menginspirasi.