Daging Ayam Surplus 700.000 Ton, Pinsar Usulkan Kebijakan Atur Afkir Induk Ayam

Afkir Induk Ayam
Ketua Umum Pinsar Singgih Januratmoko

Jogjakeren.com – Persoalan harga daging ayam yang fluktuatif akibat kelebihan stok, menurut Badan Pangan Nasional (BPN), memerlukan kerja sama seluruh pihak untuk mencari solusi. Menurut data BPN, surplus daging ayam mencapai 700.000-800.000 ton per tahun. Akibatnya harga pembelian ayam ras ke peternak anjlok hingga Rp14.000-Rp15.000 per kilogram.

Kepala Deputi Ketersediaan dan Stabilitasi Pangan BPN I Gusti Ketut Astawa, mengatakan kepada ANTARA pada Kamis (22/9), BPN akan mengembangkan penetapan aturan cadangan pangan. Peraturan tersebut, memungkinkan menyerap kelebihan stok yang ada pada peternak.

I Gusti menyampaikan dari sekitar 3 juta ton per tahun kebutuhan secara nasional ayam ras pedaging maupun petelur, produksi peternak dalam negeri mencapai 3,8 juta ton per tahun sehingga kelebihan 700 ribu hingga 800 ton per tahun.

Bacaan Lainnya

Kelebihan stok tersebut belum terkendali, sehingga BPN akan mencari celah agar stok ayam ras terserap, untuk program-program yang bermanfaat kepada masyarakat, seperti membantu pemerintah menyediakan daging ayam untuk menekan masalah kesehatan, seperti kekerdilan atau stunting.

Menanggapi langkah yang akan diambil BPN, Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Singgih Januratmoko mengusulkan kepada pemerintah, untuk mengatur afkir induk menurut skala perusahaan. Ia menyontohkan untuk skala besar umur pemeliharaan induk ayam sampai dengan 55 minggu, sementara untuk skala menengah serta kecil dengan umur yang berbeda.

Ia juga mengusulkan pengaturan Setting Hatching Record (SHR) atau pengaturan telur ayam HE (Hatched Egg) maksimal 64 juta per minggu, dengan anak ayam (DOC) maksimal 55 juta ekor per minggu. “Selama ini SHR mencapai di atas 70 juta sampai 75 juta butir, dengan anak ayam (DOC) di atas 60 juta sampai 65 juta ekor,” ujar Singgih.

Sependapat dengan BPN, Singgih yang juga anggota Komisi VI DPR RI itu menegaskan, agar pemerintah menyerap surplus daging ayam dan telur dari peternak mandiri, misalnya untuk bantuan sosial. Ataupun memberi subsidi untuk pengiriman daging ayam beku dengan konsep tol laut, menuju Indonesia bagian timur, “Di wilayah Indonesia timur beternak ayam potong tidak efisien, sehingga penting mengirimkan ayam beku yang higienitasnya terjamin,” ungkap Singgih.

Dengan menyerap cadangan atau surplus daging ayam tersebut, menurut Singgih mampu memutar perekonomian peternak mandiri atau UMKM, yang selama ini berhadapan dengan perusahaan peternakan raksasa.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *