Sleman, Jogjakeren.com – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kabupaten Sleman menggelar seminar sexual harassment atau kekerasan seksual dan LGBT pada remaja putri secara hybrid pada Minggu (1/9/2024). Sebanyak 533 peserta mengikuti acara ini pada 6 titik studio yang telah diselenggarakan di majlis taklim naungan DPD LDII Sleman.
Berdasarkan catatan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) pada tahun 2024 telah terdapat 2.571 kasus kekerasan dan 2.253 korbannya adalah perempuan. Selain itu menurut data real time SIMFONI PPA, dari 2.571 kasus di tahun 2024, tercatat hanya 1.700 kasus terlapor dengan rincian 341 korban laki-laki berani melapor dan 1.512 korban perempuan berani melapor.
Selain kekerasan seksual, fenomena LGBT juga semakin marak terjadi di kalangan remaja yang dipengaruhi oleh berbagai hal. “Salah satu tujuan kami memberikan bekal dan wawasan kepada perempuan mengenai sexual harassment dan LGBT karena masih dianggap tabu,” ujar Anindita Ayu Nisa Utami, M.Sc. salah satu panitia acara.
Seminar ini diisi dengan nasehat agama dari Ustadzah Atina Catur Fauziati dan dr. Tika Prasetiawati, Sp.KJ. dokter Spesialis Kedokteran Jiwa RSA UGM untuk memberikan materi tentang sexual harassment dan LGBT. Diakhiri dengan sesi tanya jawab yang sebelumnya peserta telah diberikan google form untuk menuliskan pertanyaan pada pemateri.
Jika dikaitkan dengan hukum agama hubungan anatara laki-laki dan perempuan sudah diatur dalam Alquran dan Alhadist. “Jatuh cinta itu anugrah dari Allah karena setiap makhluk Allah diberikan rasa kasih sayang pada sesama makhluk Allah. Tetapi harap berhati-hati terhadap kelanjutan dari jatuh cinta itu sendiri, karena bisa mengarahkan pada perbuatan zina,” terang Ustadzah Atina Catur Fauziati.
“Tantangan generasi saat ini adalah syahwat (hawa nafsu) dan subhat (meyakini hal-hal yang diharamkan Allah). Maka sebagai generasi muda harus bisa menahan hal tersebut supaya bisa terhindar dari perbuatan yang mengarahkan pada perbuatan zina, ” tambahnya.
Dalam seminarnya dr. Tika menyampaikan, sexual harassment tidak hanya terjadi di dunia nyata tetapi juga di dunia maya. Bentuk sexual harassment dalam dunia maya bisa berupa grooming, sexting dan eksploitasi seksual seperti membujuk untuk berfoto dan membuat video vulgar dengan atau tanpa imbalan.
“Jadi harap berhati-hati dalam bermain sosial media. Jangan terlalu berlebihan mengunggah foto atau video di media sosial. Membalas pesan orang yang tidak dikenal, hingga menerima ajakan dan bujuk rayu untuk bertemu di dunia nyata,” tambahnya.
LGBT adalah salah satu penyimpangan seksual yang sudah mulai marak terjadi dalam kehidupan bersosial. Maka dr. Tika mengarahkan kepada remaja putri agar menjaga dirinya dan meningkatkan imannya dengan cara mengaji.
“Apabila pernah mengalami sexual harassment sebaiknya bercerita kepada orang yang dipercaya atau kepada ahlinya. Supaya bisa melepaskan beban dan kesedihannya agar tidak menjadi trauma berkepanjangan,” pesan dr. Tika.
“Setiap orang bisa menjadi korban sexual harassment, bahkan bisa saja menjadi pelakunya. Maka mari kita ciptakan rasa aman, saling melindungi dan suarakan untuk katakan tidak pada sexual harassment,” jelas Anindita.
Dengan dilangsungkannya seminar ini DPD LDII Sleman berharap, remaja putri bisa lebih berhati-hati dalam menjaga dirinya. Selalu ingat tentang dosa, terus meningkatkan imannya dengan cara mengaji dan melakukan kegiatan yang positif dan bermanfaat.