Ini Dia Kyai Peduli Sampah Yang Dipilih PPIM UIN Jakarta dalam FGD Identitas Agama dan Aktivisme Lingkungan

Kyai Peduli Sampah terpilih mengikuti Focus Group Discussion (FGD) bertema “Identitas Agama dan Aktivisme Lingkungan: Aktor, Strategi dan Jaringan”. FGD yang merupakan bagian dari penelitian “Religious Environmentalism Actions (REACT)” ini diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di Surabaya, 6-8 Maret 2024.

Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta, Didin Syafruddin, MA., Ph.D. menjelaskan dalam sambutan pembukaan bahwa peserta FGD dipilih dari aktifis gerakan lingkungan berbasis kearifan lokal, keagamaan dan kepercayaan. Berdasarkan kajian awal, hasil publikasi dan searching oleh PPIM diperoleh sekitar 91 peserta potensial. Peserta terpilih antara lain Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), Kader Hijau Muhammadiyah (KHM), Generasi Muda Indonesia Bela Lingkungan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (GEMILANG LDII), Bumi Langit Institute, MOZAIK, Yayasan Hadji Kalla, dan Yayasan Bina Bhakti Lingkungan.

Nampak hadir pula Jaringan Pemuda Kristen Hijau, Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) NTT, Masyarakat Adat Dayak Iban Rumah Betang Sungai Utik Kalbar, Parisada Hindu Dharma (PHDI) Bali, Adat Musi Sulawesi Utara, Komunitas Adat Ammatoa Kajang SulSel, Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM), dan Komunitas Save Ake Gaale Malut. Para peserta terlihat sangat antusias membagikan pengalamannya dalam pelestarian lingkungan.

Read More

Sementara itu dari DIY terlihat Ir. Atus Syahbudin, S.Hut., M.Agr., Ph.D., IPU. (LDII), Kyai Iskandar Waworuntu pendiri Bumi Langit Institute, Nafissa dari Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), David Efendi, S.IP., M.A. dan Dr. Ir. Gatot Supangat, M.P., penggerak Kader Hijau Muhammadiyah (KHM) dan MOZAIK.

Atus memulai gerakan amal shaleh “Kyai Peduli Sampah”, “Dai Kampung Iklim (ProKlim)” dan menginovasi Kampung ProKlim berbasis komunitas masjid dan gerakan pramuka. Selain melibatkan sejak awal Satuan Komunitas Sekawan Persada Nusantara, Wakil Ketua Pinsaka Wanabakti DIY ini senantiasa mengajak generasi muda satuan karya turut merawat bumi agar semakin hijau, bersih dan sehat.

“Kita mengetahui cara pengelolaan sampah yang baik saja tidaklah cukup. Masyarakat harus didorong oleh para kyai untuk memilah sampah dan membuat lubang tanah di pekarangan rumah (jugangan ing Omah) untuk pengomposan sampah organik. Lalu terus diingatkan melalui nasehat khutbah di mimbar-mimbar agama, diberikan contoh oleh Kyai, dan difasilitasi pengumpulan sampah anorganiknya oleh remaja masjid di situ,” jelas Atus yang juga kedapuk Ketua DPW LDII DIY dan pengurus Departemen LISDAL DPP LDII.

Sebenarnya, inisiasi Kyai Peduli Sampah tidak lepas dalam kerangka besar strategi Program Kampung Iklim yang disempurnakan oleh LDII. Inovasinya berbasis masjid dan gerakan pramuka. Setelah Kampung ProKlim Utama Girikerto Ngawi, kisah sukses LDII berlanjut di Kampung ProKlim Utama RW5 Pekanbaru Riau dan Kampung ProKlim Sangurejo Sleman. Baru saja kampung ini dikunjungi oleh Ethiopian Muslims Relief and Development Association (EMRDA), Norwegian Church Aid (NCA), Universiti Putra Malaysia (UPM), dan Dinas Lingkungan Hidup, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.

Jauh sebelum itu, LDII telah mengawali pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), seperti penggunaan panel surya di kantor DPP LDII dan beberapa pondok pesantren, Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dan konservasi insitu plasma nutfah flora pegunungan berupa Arboretum LDII di Gunung Lawu. Penanaman pohon dan kemandirian pangan pun digarap. Telah lama berkat tangan dingin Agus Yudianto, S.P., Pengurus Biro Litbang, IPTEK, Sumberdaya Alam dan Air (LISDAL) DPW LDII Jawa Timur ini telah menghasilkan melon-melon unggul. Kini hampir 100 green house melon dalam pengelolaan Agus untuk memenuhi permintaan supermarket modern di Surabaya dan sekitarnya.

Adapun tujuan FGD yang diadakan oleh PPIM sesungguhnya adalah untuk menghasilkan kumpulan pandangan para aktivis lingkungan berbasis agama. Pertanyaannya seputar bentuk-bentuk keterlibatan dalam aktivisme lingkungan. Bagaimana pula menggunakan identitas agama dan karakter yang berbeda-beda untuk membangun strategi, jaringan dan program kerja dengan identitas agama yang berbeda-beda. Di samping itu, tantangan dan peluang yang dihadapi juga diidentifikasi.

“Kami melakukan survai dan mengembangkan kuesioner dan enumerator sebagai bagian penelitian kualitatif. Selain itu, secara paralel ada kegiatan lain untuk mendalami terkait ecopesantren,” pungkas Didin, lulusan program doktor McGill University Canada yang saat ini sebagai dosen Prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FakultasIlmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *