Jogjakeren.com – Harga ayam potong atau live bird (LB) yang diprediksi membaik memasuki bulan Oktober, yang bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW, ternyata masih jauh dari harapan peternak. Kecuali beberapa lokasi, seperti di Kalimantan yang harga ayam potongnya stabil.
“Di seluruh wilayah Indonesia, harga live bird terpuruk, kecuali Kalimantan. Harga Pokok Penjualan atau HPP di tingkat peternak mandiri Rp20.000, sementara harga jualnya di pasaran hanya Rp14.000 per kg,” ungkap Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Singgih Januratmoko.
Singgih menyebut harga jual Rp14.000 sampai dengan Rp15.000 per kg yang terjadi di kebanyakan wilayah Jawa, jauh dari standar yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Rp21.000-Rp24.000 per kg, “Bila kami cermati sebenarnya semua hitungan suplai anak ayam (DOC) baik dari peternak, Badan Pusat Statistik (BPS), perusahaan dan Kementrian Pertanian sendiri, sampai akhir tahun 2022 masih over supply,” ujarnya.
Singgih menyebut, idealnya produksi DOC hanya 55 juta ekor per minggu, “Untuk itu, dalam jangka pendek kami meminta pemerintah mengambil kebijakan untuk mengatasi kelebihan DOC tersebut,” ujarnya. Dalam beberapa bulan terakhir, kelebihan produksi DOC berada di angka 64 juta ekor per minggu.
Singgih mengatakan pemerintah seharusnya lebih antisipatif untuk menjalankan kebijakan antisipatif, “Situasi ini terus berulang dan seharusnya pemerintah bisa mengantisipasi bila terjadi over supply lagi,” imbuh Singgih.
Menurutya, dengan semakin membaiknya potensi genetik semua strain ayam broiler, dalam jangka menengah afkir dini Parents Stock (PS) dapat disesuaikan dengan populasi di breeding farm, “Afkir dini dimulai dari umur 55 minggu harus tetap dilakukan,” kata Singgih.
Selain itu, Pinsar juga meminta impor Grand Parents Stock (GPS) juga harus dievaluasi, “Bila sebelumnya 630.000 ekor per tahun, dan DOC masih over supply. Maka ke depan, bila perlu dikurangi hanya menjadi 500.000 ekor per tahun,” imbuhnya.
Singgih menegaskan, kondisi perunggasan benar-benar dalam keadaan darurat. “Kami butuh peran aktif pemerintah. Jangan sampai kondisi industri ayam potong tidak stabil, karena bukan hanya peternak mandiri yang mati, tapi juga perusahan pembibitan juga habis karena terus merugi,” tegasnya.
Ia memberi ilustrasi, harga DOC saat ini Rp3.000 per ekor, sedangkan HPP mencapai Rp5.500-Rp6.000 per ekor, “Perlu jadi catatan, bila industri ayam potong dalam negeri tidak stabil dan tanpa aksi pemerintah, kita dibayangi oleh daging ayam dari Brasil. Haruskah hanya untuk makan daging ayam, pemerintah harus impor daging ayam dari Brasil?,” ungkap Singgih.