Sleman, Jogjakeren.com – Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) Masjid Ummu Dani Salamah Sambisari atau yang dikenal dengan MDT Masdanis telah menerapkan pendidikan peduli lingkungan kepada para santrinya secara berkesinambungan. Materi peduli lingkungan ini telah beberapa kali dilaksanakan untuk mengasah kecerdasan naturalis santri.
Pada kesempatan kali ini, tema peduli lingkungan yang diambil adalah Making Recycled Paper yakni mendaur ulang sampah menjadi kertas. Kegiatan dibimbing langsung oleh mahasiswa Institut Teknologi Bandung, Muhammad Fairuzzaman Rakha Putra Sopyan yang kerap disapa dengan Mas Raka. Ilmu ini diperolehnya pada mata kuliah Teknik Kertas Seni yang dienyam pada Program Studi Seni Rupa Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB.
Raka mengajak santri untuk peduli lingkungan dan memberikan kesadaran bahwa sampah pun jika dikelola dengan baik terlebih didaur ulang maka akan bisa menjadi bahan yang berguna dan bernilai seni. Dengan konsep pembelajaran yang dikenal dengan istilah hands on experience santri belajar dengan praktek langsung.
Tidak kurang dari 40 santri usia kelompok Paud sampai SD kelas 6, dikelompokkan menjadi 4 kelompok. Kali ini sampah yang didaur ulang adalah sampah kertas bekas dan dedaunan kering. Santri MDT Masdanis di bawah naungan PAC LDII Purwomartani kali ini bersemangat mendaur ulang sampah menjadi kertas.
Adapun bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain kertas bekas, dedaunan kering, tepung maizena dan air. Sementara peralatan dibutuhkan seperti bak plastik, blender, panci, saringan, dan spons. “Cara membuatnya, kertas bekas dan dedaunan kering disobek-sobek, lalu dimasak ke dalam air mendidih. Dimasak selama 15 -30 menit supaya menjadi lunak dan serat-seratnya terbuka agar mudah ketika diblender. Setelah itu diblender sehingga menjadi bubur kertas. Kemudian masukkan tepung maizena. Tepung maizena berguna untuk menyatukan serat kertas dan daun,” jelas Raka.
Setelah diblender adonan dimasukkan ke dalam bak yang telah diisi air. Lalu dilarutkan. Selanjutnya adalah tahap pencetakan kertas. Menurut Raka, tahap ini adalah tahap paling menantang. Karena perlu kejelian dan kehati-hatian dalam menyaring. Untuk mencetak kertas, hal yang pertama kali dilakukan adalah mengaduk campuran bubur kertas dengan air lalu dimasukkan ke dalam saringan, disaring dengan posisi saringan terbalik. Setelah itu diangkat lalu dicetak ditaruh di selembar sarung/kain bekas. Kemudian air diserap dengan spon.
“Kenapa kertas yang sudah jadi berwarna keabu-abuan? Karena bahannya terbuat dari kertas bekas yang sudah ada tintanya. Kertas ini menjadi karya seni. Karena ada serat-seratnya itu menjadi ada nilai seninya. Contohnya adalah dengan dicap dengan pelepah pisang yang dicelupkan ke pewarna makanan,” pungkasnya.