Jogjakeren.com – Dalam tiga bulan terakhir peternak rakyat mengalami kerugian. Pasalnya, harga live bird atau ayam potong di pasaran, lebih rendah dari Harga Pokok Produksi (HPP). Rendahnya harga ayam potong ini terjadi di Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
“Rendahnya harga ayam potong di tingkat konsumen mengakibatkan peternak ayam UMKM gulung tikar, karena biaya yang diperlukan untuk produksi lebih tinggi dibanding harga pasar. Pemerintah perlu kembali turun tangan,” ujar Ketua Umum DPP Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (PINSAR) Singgih Januratmoko.
Ia menyebutkan harga ayam hidup di Jawa Timur Rp13.500 per kg. Sementara Jawa Tengah Rp14.500 per kg, Jawa Barat Rp15.500 dan Banten serta Jabodetabek Rp15.000 per kg, “Penyebabnya karena over supply produksi bibit ayam atau DOC,” ungkap Singgih.
Menurutnya, berdasarkan pengamatan PINSAR, kebutuhan dan produksi DOC per minggu pada bukan Oktober mencapai 69.966.236 ekor. Sementara kebutuhan mingguannya hanya 50 juta sampai 55 juta ekor. “Kami meminta pemerintah turun tangan mengendalikan dan menjaga kestabilan supply demand,” tegas Singgih.
PINSAR, menurut Singgih mengajukan usulan pembatasan impor Grand Parent Stock (GPS) broiler pada tahun 2023, agar tidak lebih dari 650.000 ekor, “Kebijakan ini sudah dilaksanakan pada 2022, persentase penetapan kuota Impor GPS broiler disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitas masing-masing perusahaan pembibit. Serta pembagiannya merata tidak didominasi hanya oleh dua perusahaan yang mengusai 65 persen kuota impor GPS,” tuturnya.
Ia mengatakan, pemerintah juga menjaga agar jumlah importir GPS broiler tetap sebanyak 19 perusahaan, “Bila ada calon importir, haruslah merupakan pemain baru yang sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan yang diatur oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH),” kata Singgih.
Singgih pun meminta ketegasan pemerintah, agar pelaksanaan Surat Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan no. 07009/PK/230/F/10/2022 tentang Stabilisasi dan Keseimbangan Supply Demand Ayam Ras Pedaging, supaya dijadikan sebagai pedoman, “Aturan ini juga dibakukan menjadi aturan pemerintah, di mana suplai didasarkan kebutuhan dengan mengatur Hatched Egg/Setting Hatching Record (HE/SHR). Dan ini terus dilakukan sehingga sifatnya tidak insidentil. Agar tercipta kesimbangan pasar dan tidak merugikan produsen live bird,” tuturnya.
Ia meminta pemerintah juga mengawasi distribusi bibit ayam (DOC) agar merata ke seluruh wilayah Indonesia, “Bapanas, Kemendag, Kementan, dan Kementerian Koordinator Perekonomian, kami harap segera bertindak untuk menyelamatkan peternak rakyat, yang bisnisnya berkaitan langsung dengan 13 juta tenaga kerja,” tegas Singgih.