DPR Sahkan UU TPKS, Pentingnya Penegakan Hukum Kekerasan Seksual di Indonesia

DPR UU TPKS
Pengesahan UU TPKS sebagai perlindungan pada perempuan, anak, dan seluruh korban kekerasan seksual. (Foto: suara.com)

Jogjakeren.com – Tepat pada tanggal 12 April 2022, Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah secara resmi disahkan oleh DPR menjadi Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyampaikan disahkannya UU TPKS ini merupakan sebuah hadiah untuk seluruh perempuan di Indonesia.

Pertama kali diusulkan pada tahun 2012, butuh waktu sekitar 10 tahun untuk RUU TPKS dapat disahkan. Hal ini tak lain merupakan hasil dari kerja keras pendamping, korban/penyintas, para aktivis serta seluruh masyarakat sipil.

UU TPKS sendiri memiliki tujuan sebagai perlindungan dan kepastian hukum untuk perempuan dan anak serta seluruh korban kekerasan seksual untuk mendapatkan keadilan serta hak pemulihan dan pendampingan.

Bacaan Lainnya

Lalu apa saja jenis kekerasan seksual yang di muat dalam UU TPKS yang baru?

Jenis Kekerasan Seksual dalam UU TPKS

Ada Sembilan jenis kekerasan seksual yang dijabarkan oleh UU TPKS, di antaranya:

1. Pelecehan seksual non fisik

2. Pelecehan seksual fisik

3. Pemaksaan kontrasepsi

4. Pemaksaan sterilisasi

5. Pemaksaan perkawinan

6. Penyiksaan seksual

7. Eksploitasi seksual

8. Perbudakan seksual

9. Kekerasan seksual berbasis elektronik

Selain memuat berbagai jenis tindak kekerasan seksual, UU TPKS yang baru juga mengatur mengenai pengumpulan alat bukti. Dalam hukum Indonesia, biasanya dibutuhkan dua alat bukti (atau lebih) yang harus diajukan dalam kasus pidana, namun dalam undang-undang yang baru ini, satu keterangan dan alat bukti sudah cukup untuk menentukan dakwaan.

Mengapa UU TPKS ini penting di Indonesia?

Hukum yang mengatur mengenai kejahatan seksual yang lama tidak memuat dukungan yang komprehensif terhadap korban kekerasan seksual, sehingga undang-undang yang baru sangatlah penting mengingat udang-undang yang baru ini memberikan korban perlindungan, serta memastikan korban mendapatkan restitusi dan konseling.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *