Hari Lingkungan Hidup, LDII DIY Berpartisipasi Hijaukan Pesisir Selatan

Hari Lingkungan Hidup
Ilustrasi Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun 2021 (Foto: klikhijau.com)

Jogjakeren – Setiap tahunnya, Hari Lingkungan Hidup Sedunia diperingati pada tanggal 5 Juni. Tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia di tahun 2021 ini adalah “Environment Restoration” atau “Restorasi Lingkungan”.

Restorasi lingkungan adalah upaya mengembalikan ekosistem ke kondisi awal mula, yang mencakup usaha pencegahan dan mengatasi berbagai kerusakan alam yang disebabkan oleh tangan-tangan manusia.

Dalam mencegah kerusakan alam, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berpartisipasi dalam menghijaukan pesisir selatan Yogyakarta dengan berbagai jenis tumbuhan seperti cemara udang ( Casuarina equisetifolia ).

Bacaan Lainnya

“Beberapa petani LDII di pesisir selatan akhirnya mampu mengembangkan pertanian di lahan pasir berkat adanya tegakan cemara udang tersebut,” kata Sekretaris DWP LDII DIY Atus Syahbudin, S.Hut., M.Agr., Ph.D.

Jenis ini, Atus menambahkan, selalu hijau (evergreen), baik saat musim penghujan maupun musim kemarau. Berbeda dengan akasia ( Acacia auriculiformis ) dan gamal ( Gliricidia sepium ) yang menggugurkan daun ketika musim kemarau.

Dosen Fakultas Kehutanan UGM ini mengatakan, pesisir pantai selatan Yogyakarta di musim kemarau terasa sangat panas, angin berhembus kering dan tanahnya berpasir. “Tidak banyak tumbuhan yang dapat bertahan hidup,” ungkapnya.

Namun, pasca Silaturahim Pembina Nasional (SILBINAS) 2019, LDII DIY bersama Sakonas Sekawan Persada Nusantara mengembangkan jenis pohon kurma dan sawo kecik di pesisir selatan Yogyakarta, terutama di sekitar Bumi Perkemahan Dewa Ruci.

“Pohon kurma ditanam oleh GKR Mangkubumi dan sawo kecik oleh Ratu Hemas,” ujar Atus.

Hari Lingkungan Hidup
GKR Mangkubumi saat menanam pohon kurma di pesisir selatan Yogyakarta, tepatnya di Bumi Perkemahan Dewa Ruci, Bantul saat pelaksanakan SILBINAS 2019 Sako Sekawan Persada Nusantara 21-24 November 2019.

Pemilihan jenis kurma lebih dilatarbelakangi oleh kesesuaian lahan yang berpasir dan adanya miniatur Ka’bah. “Serasa di Timur Tengah,” katanya.

Adapun sawo kecik menurut filosofi Raja Yogyakarta Hamengkubuwono I melambangkan sarwo becik (serba baik). Kebaikan selalu diwujudkan oleh tuan rumah maupun yang bersilaturahmi. “Dengan demikian, pertemuan dan tempat tersebut menjadi penuh kebaikan (kebarokahan),” ucap Atus.

Sawo kecik merupakan salah satu jenis pohon penyusun sumbu filosofi Yogyakarta. “Sumbu ini membentang dari Panggung Krapyak hingga Tugu Yogyakarta,” pungkasnya.

Sementara itu, penghijauan di pesisir selatan Yogyakarta sejalan dengan arahan Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso. “Merawat lingkungan adalah tanggung jawab umat manusia sebagai khalifah yang diturunkan di muka bumi oleh Allah. Manusia dipersilakan memanfaatkan lingkungan dan alam sekitarnya, untuk kesejahteraannya tapi memeliharanya juga menjadi kewajiban,” tuturnya.

Hari Lingkungan Hidup
Ilustrasi Hari Lingkungan Hidup (Dok. DPP LDII)

Menurut KH Chriswanto, lingkungan merupakan pendukung kehidupan di muka bumi. Kerusakan ekosistem akan menjadi petaka bagi siapapun yang berada dalam lingkup ekosistem itu.

“Sebagai umat Islam kita wajib bersyukur karena Allah SWT yang telah menciptakan bumi yang indah ini sebagai tempat tinggal manusia. Untuk itu, merawat lingkungan adalah keniscayaan,” ujarnya. KH Chriswanto meyakini ada hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan, “Kita menjaga bumi, maka bumi menjaga kita,” ujarnya.

LDII sangat mendukung semangat Hari Lingkungan Hidup tahun 2021, yaitu “Generasi Restorasi.” Untuk itu, LDII sejak lama terus berusaha mewujudkan sumber daya manusia (SDM) profesional religius yang berwawasan lingkungan. Kiprah LDII di bidang lingkungan dapat dilihat dari gerakan Go Green sejak 2008, yang dicetuskan di Jawa Timur bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur.

“Gerakan itu terus berlanjut hingga kini, dengan menanam 3,5 juta lebih pohon dengan angka kematian mencapai 7 persen,” ujar KH Chriswanto.

Menggolah limbah juga diupayakan di pesantren yang dinaungi LDII. Di Pesantren Minhajusshobirin, Jakarta Timur, bekas air wudu dimanfaatkan sebagai bahan dasar akuaponik, “Akuaponik merupakan sistem pertanian berkelanjutan, sehingga kebutuhan lauk berupa ikan dan sayuran dapat dicukupi secara mandiri,” kata KH Chriswanto.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *