Potret Pendidikan di Yogyakarta

Pendidikan
Ilustrasi (Foto: bbc.com)

Kota Pelajar, julukan Kota Yogyakarta yang sudah tak asing terdengar di telinga. Mengapa Yogyakarta sampai bisa mendapat julukan Kota Pelajar? Pasalnya, Yogyakarta adalah kota dengan jumlah kampus terbanyak dan fasilitas yang diberikan tidak main-main. Selain itu, lulusan pelajar Kota Yogyakarta adalah lulusan yang berkompeten. Tak heran jika minat orang-orang untuk menempuh pendidikan di Yogyakarta sangat  tinggi.

Untuk bisa diterima di salah satu sekolah di Yogyakarta, seleksi ketatnya cukup tinggi, terutama ketika mulai memasuki jenjang sekolah menengah. Sistem yang digunakan menggunakan seleksi nilai ujian nasional, namun sistem seleksi seperti ini terakhir kali diterapkan pada tahun 2017. Setelah tahun 2017, sistem penerimaan peserta didik berganti menjadi sistem zonasi. Tujuannya untuk pemerataan pendidikan sehingga semua sekolah memiliki keunggulan yang sama di setiap daerahnya.

Lantas bagaimana dengan kualitas pendidikannya? Apakah sama, atau justru menurun? Sebagai mahasiswa yang menempuh pendidikan di Yogyakarta dan tentunya berdasarkan kondisi pendidikan di Yogyakarta, kualitas pendidikan di Yogyakarta semakin menurun. Perbedaan kualitasnya sangat bisa dirasakan, salah satunya semangat belajar peserta didik. Semakin lama, peserta didik hanya mengejar nilai tinggi, bukan pemahaman yang mumpuni.

Bacaan Lainnya

Selain itu, pendidikan karakter yang diajarkan di sekolahan sepertinya kurang bisa dipraktikkan oleh pelajar dan mahasiswa. Padahal pendidikan yang baik tidak hanya dilihat dari segi akademiknya. Percuma saja jika memiliki nilai akademik tinggi, tetapi tata kramanya sama sekali tidak bagus.

Penurunan kualitas pendidikan ini juga diperkuat dengan semakin maraknya aksi-aksi kekerasan di kalangan pelajar, seperti klithih, tawuran, vandalisme, konvoi kelulusan, dll. Begitu juga dengan para mahasiswanya, banyak yang melakukan aksi demo tak bertanggungjawab, intoleransi, dll. Namun, beberapa waktu lalu pihak sekolah mulai bertindak tegas mengenai aksi demo ini.

Pada akhir tahun 2019, kondisi di Yogyakarta sangat tidak kondusif disebabkan semakin maraknya aksi demo yang mengganggu lalu lintas dan ketenangan masyarakat. Pihak sekolah mengeluarkan kebijakan kepada seluruh warga sekolah untuk tidak mengikuti demo mengingat usia mereka masih usia pelajar dan emosi mereka belum stabil.

Di sisi lain, mahasiswa justru ikut andil untuk menyampaikan kegelisahan masyarakat mengenai pengesahan RKHUP melalui aksi demo. Salah satu tokoh mahasiswa yang berpengaruh saat itu merupakan mahasiswa asal Yogyakarta, yaitu Fathur, mahasiswa kedokteran gigi Universitas Gadjah Mada.

Bersyukurnya, pada masa pandemi seperti ini, tindakan kekerasan dan aksi tak bertanggung jawab tersebut mulai meredup. Akan tetapi, timbul masalah pendidikan yang lainnya, yaitu akses jaringan internet.

Di daerah perkotaan, untuk mengakses jaringan internet memang lebih mudah. Namun, di daerah pedesaan hal ini menjadi kendala yang sangat menghambat proses pembelajaran. Meskipun demikian, permasalahan jaringan di Yogyakarta sepertinya tidak seberat di daerah lain, terutama di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).

Bersyukurnya lagi, ternyata kondisi tersebut bisa diatasi oleh pemerintah, yaitu dengan pemberian bantuan kuota kepada pelajar dan mahasiswa serta tenaga pendidik. Oleh karena itu, sebagai seseorang yang sedang menempuh pendidikan di Yogyakarta, seharusnya kita bersyukur dengan berbagai situasi dan kondisi yang ada.

Oleh: Zahra Radhiyya

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *