Halo sobat joker!!
Bagi mahasiswa yang tinggal di Kota Jogja, angkringan adalah simbol kesederhanaan. Ketika akhir bulan, angkringan merupakan tempat penyelamat bagi mahasiswa untuk makan. Mengapa demikian? Karena harganya yang murah meriah loh. Harga nasi kucing yang sudah tersebar beritanya ke seluruh pelosok negeri. Juga kopi josnya yang dicari wisatawan ketika datang ke Jogja.
Banyak sekali angkringan tersebar di Jogja loh, dipojok-pojok kampung, pinggiran jalan raya, bahkan di gang-gang pun sering dijumpai angkringan. Meskipun sederhana, citarasa masakannya pun sangat lezat.
Berbagai macam makanan yang ada di angkringan antara lain nasi kucing yang berisi sambal teri/oseng tempe, aneka gorengan seperti tempe, tahu, pisang, bakwan, risol, risoles, lumpia, martabak, serta tidak lupa dengan aneka sate-satean seperti usus, telur puyuh, kerang, hati, ampela, jantung, dan kulit serta beberapa baceman seperti tahu, tempe, gembus, dan kepala ayam.
Tergantung selera konsumen, aneka gorengan dan sate-satean tesebut dapat dibakar. Selain makanan yang sudah disebutkan di atas terdapat minuman yang menjadi kekhasan angkringan, yaitu Wedang Jahe.
Tentunya minuman yang lain seperti teh, jeruk, susu jahe, kopi, lemon tea, dan susu. Minuman yang ada di atas dapat disajikan panas maupun dingin tergantung keinginan konsumen.
Harga makanan dan minuman di angkringan relatif murah. Namun, harga setiap angkringan berbeda-beda, untuk gorengan dibandrol dengan harga Rp 500, nasi kucing Rp 2.000, berbagai sate dari Rp 1.500-Rp 2.000, baceman Rp 1.000, kepala ayam Rp 3.500, wedang jahe Rp 2.500, jeruk dan teh Rp2.000.
Saat ini sudah jarang ditemui nasi kucing seharga 1000 rupiah. Walaupun masih ada, biasanya di daerah pelosok. Kalau di sekitaran kos-kosan mahasiswa, rata-rata harganya 1500-2000 rupiah. Nasi kucing ini biasanya diisi dengan secuil sambel teri, sambel tempe atau isian lainnya. Karena isinya cuma secuil, rasanya tak akan puas jika makan tanpa gorengan, sate usus, bakso, tahu bacem, ceker, kerupuk, dan kadang-kadang telur puyuh.
Makan 2 nasi kucing kadang-kadang rasanya masih belum cukup. Paling tidak tiga bungkuslah jika mau lumayan kenyang. Dan yang susah untuk direm adalah, makanan pelengkap nasi yang seringkali malah membuat pengeluaran membengkak. Paling bahaya kalau sampai menyentuh sate telur puyuh. Jangan sampai lebih dari 2 tusuk, biaya yang dikeluarkan bisa-bisa setara dengan makan rendang di warung padang. hahaha.
Daya tarik lain dari angkringan adalah teh nya. Rasa tehnya pun tak pernah mengecewakan. Mungkin karena airnya di masak dengan tungku arang jadi rasanya jadi lebih nikmat.
Disamping semua keunikan itu, hal paling berkesan dari angkringan adalah gorengannya. Karena semua tempat duduk menghadap ke tengah, tempat dimana gorengan dan sate-satean diletakkan, mata kita juga bisa melihat dengan jelas tangan-tangan yang membolak-balik gorengan demi mencari gorengan yang ukurannya paling besar. Barangkali karena lampunya remang-remang jadi kita bisa pura-pura tidak melihat.
Mungkin karena semua makanan tersaji di depan mata, sehingga merasa diperlakukan seperti raja yang dijamu dengan berbagai macam makanan yang lezat.
Dalam menunjang kenyamanan konsumen, pedagang angkringan juga menyediakan beberapa fasilitas yang dapat memberikan kesan santai dan nyaman bagi para konsumen seperti tenda, dingklik (kursi panjang tanpa sandaran), tikar bagi pengunjung yang ingin lesehan, dan lampu yang remang-remang.
Kondisi yang seperti inilah yang memberikan kekhasan bahwa angkringan berbeda dengan warung tenda pada umumnya. Kekhasan angkringan yang lainnya adalah pembeli dan pengunjung bebas untuk nongkrong atau duduk-duduk sembari membicarakan hal apa pun.
Di angkringan ini pula sering menjadi tempat berkumpulnya berbagai komunitas mulai dari pelajar, tukang becak, pekerja kantoran, mahasiswa, dan tempat ini biasanya sering menjadi salah satu sumber informasi terbaru bagi para konsumen.
Pelanggan tetap angkringan pada umumnya ialah mahasiswa. Mahasiswa dan angkringan menjadi hal yang sulit untuk dipisahkan. Batas sosial tidak berlaku lagi di tempat ini. Semua kalangan berbaur menjadi satu, saling berinteraksi satu sama lain tanpa memandang kelas sosial para konsumennya.