Wayang Sebagai Media Menanamkan Religiusitas

wayang dan religiusitas
Sumber ilustrasi (Punakawan): loverina27

Jogjakeren.com – Dalam bahasa Jawa, kata wayang berarti “bayangan”. Endraswara (2017: 57) menjelaskan perspektif filosofi wayang dapat diartikan sebagai bayangan atau cerminan seluruh sifat-sifat yang ada dalam diri manusia, seperti sifat dur angkara murka dan segala macam sifat kebaikan (positif).

Dalam wawasan antropologi wayang merupakan pancaran simbol. Menonton wayang sama halnya dengan menonton simbol-simbol kehidupan. Budaya tradisi dan lingkungan alam kerap menjadi inspirasi wayang, khususnya dalam pertunjukan gending iringan wayang.

Secara antropologis, wayang diciptakan sebagai media menanamkan religiusitas. Dalam Islam sering dimanfaatkan sebagai media dakwah. Metode berdakwah Sunan Kalijaga hampir sama dengan metode dakwah Sunan Bonang. Beliau berdakwah dengan memasukkan unsur-unsur wayang agar mudah diterima oleh rakyat pada masa itu.

Read More

Selama proses berdakwahnya, Sunan Kalijaga juga memberikan inovasi terhadap dunia pewayangan pada masa itu seperti menambahkan karakter-karakter baru yang memiliki nafas Islam. Lakon-lakon yang beliau bawakan dalam pertunjukanpun lebih Islami, bukan lakon-lakon hindu seperti, Ramayana dan Mahabarata.

Meskipun tokoh yang dibawakan tetap sama (Pandawa, Kurawa, dll), karakter-karakter wayang yang dibawakannya pun beliau tambah dengan karakter-karakter baru yang memiliki nafas Islam.  Misalnya, karakter Punakawan yang di antaranya Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng adalah karakter yang sarat dengan muatan keislaman.

Berikut ini istilah pewayangan yang merajuk pada bahasa Arab:

  1. Dalang

Diambil dari kata “Dalla” yang artinya menunjukkan. Dalam hal ini, seorang “Dalang” adalah seseorang yang menunjukkan kebenaran kepada para penonton wayang.

  1. Tokoh Semar

Berasal dari kata “Simaar” yang berarti paku. Filosofinya adalah di mana seseorang harus memiliki iman yang kuat dan kokoh bagaikan paku yang menancap.

  1. Tokoh Petruk

Berasal dari kata “Fat-ruuk” yang berarti tinggalkan, di mana seseorang harus meninggalkan apa yang disembah selain Allah SWT semata.

  1. Tokoh Gareng

Yang berasal dari kata “Qariin” artinya teman. Seorang muslim harus pandai mencari teman untuk diajak menuju jalan kebaikan.

  1. Tokoh Bagong

Berasal dari kata “Baghaa” yang berarti berontak. Seorang muslim harus memberontak ketika melihat kedzaliman di hadapannya.

Selain Wayang Kulit, Sunan Kalijaga juga menciptakan tembang suluk yang sangat popular salah satunya adalah Lir-ilir. Tembang tersebut sarat akan makna tentang hakikat kehidupan dengan lirik yang indah. Terkandung filosofi yang sangat mendalam dari tembang tersebut. Melalui tembang tersebut, Sunan Kalijaga mengingatkan umat Islam untuk  bangkit, karena telah tiba saatnya bagi mereka menerima ajaran Islam yang dibawa oleh para wali. Selain itu, Islam dalam tembang ini diibaratkan layaknya pengantin baru yang memikat hati dan membawa kebahagiaan bagi orang-orang sekitarnya.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *